Hakim membunyikan belnya, seketika itu juga ruangan menjadi tenang.
Setelah ruangan menjadi tenang, Hakim itu berbicara dengan suara yang
berwibawa.
![Kuda_medium Kuda_medium](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_sX1Q66Lhkg_RfCI_8nW5dw-xIBq0C6CIKz9_GZMLhkPHNIMQNjRiM16PpLU7iR6DCf6pE760wlPRQVmKqmm3CZ6LaE48S0ijJdx6gJQ5Cz3WUJddoHIPdS0tsmQB3nHCfRKwAfeEMPy0_y4aLst7Ndjw=s0-d)
“Aku adalah hakim dari desa Navalacorneya dan daerah sekitarnya.
Orang-orang sudah mengenal aku sebagai hakim yang adil. Orang-orang yang
tidak bersalah senang kepadaku, sedangkan orang-orang yang bersalah
takut bahkan membenci aku. Sekarang giliran Pasqual untuk berbicara.”
“Aku adalah Pasqual, seorang tuan tanah yang terkaya di desa ini. Aku
datang ke sini untuk mengadu, bahwa seseorang telah mencuri kuda kayu
saya, Bapak Hakim. Kuda itu bagus sekali. Di dunia ini tak ada kuda kayu
yang sebagus ini. Pada suatu malam ketika hujan sedang turun dengan
lebat datang seorang mencuri kuda itu. Karena itu saja mohon agar Bapak
Hakim menghukum si pencuri itu!”
“Sekarang giliran Ramona berbicara. Benarkah bahwa kau pernah menjual kuda kayu itu kepada Pasqual?” tanya Hakim.
“Aku adalah Ramona, seorang tukang bubur yang terkenal di desa ini
dan daerah sekitarnya. Memang Pak Hakim, saya telah menjual kuda kayu
yang dibuat oleh Niceto, suamiku, dengan harga Rp. 5.000,-“ jawab
Ramona.
Mendengar istrinya menjual kuda kayu itu hanya seharga Rp. 5.000,-, Niceto terisak-isak.
“Astaga! Kuda sebagus itu hanya dijual Rp. 5.000,-,” Niceto mengeluh.
“Tenang! Tenang!” teriak hakim sambil membunyikan belnya.
“Aku tidak menyesal meskipun saya telah menjualnya!” jawab Ramona.
“Pak Hakim! Saya menjual kuda itu karena saya sudah muak dengan benda
itu selama beberapa hari. Dan selama itu ia tidak pernah membuat lemari
untuk dijual, sehingga kami tidak mempunyai uang. Maka kuda itu lalu
saya jual. Tapi hasil penjualan kuda itu sudah tidak ada, karena sudah
saya berikan kepada orang lain. Jadi dapat dikatakan, bahwa kuda itu
telah kuberikan kepada orang lain.”
“Lima ribu rupiah! Lima ribu rupiah! Yah, ampun kuda sebagus itu
hanya dijual lima ribu rupiah! Kuda yang terbagus di dunia ini!” Niceto
menangis terisak-isak.
“Tenang! Tenang! Tenang!” teriak Hakim, lalu katanya, “Tertuduh harap berdiri!”
Niceto berdiri sambil menangis.
“Benarkah engkau yang mengambil kuda itu?” tanya Hakim.
![Kuda_medium (1) Kuda_medium (1)](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_u2papXiGRFNIVG3BqG_3bksEzCKlItNnR3VWokNj-FE1QeQk2AA56L2mftrkXrKO9_O-a4J_6-yoYiAbQdpp14cXudTYQiiBkHt_OmpQTQNT6u1rqZK6N-Bq-KxWiBTqqbC5tBDVdF0RppA6DQKC-ZWM4d=s0-d)
“Saya adalah Niceto, pembuat lemari yang terpandai di desa dan daerah
ini. Saya tidak mencuri kuda itu. Bagaimana mungkin saya dapat
mencurinya, karena saya tidak tahu di mana kuda itu berada. Kuda itu
menghilang dari kamar kerja saya sejak beberapa hari yang lalu. Saya
telah mencarinya tetapi sia-sia belaka. Hal itu saya katakan kepada
istri saya. Ia mengaku, bahwa ia telah menjualnya. Uang penjualan itu
akan digunakan untuk membeli minyak dan tepung untuk membuat bubur,”
demikian Niceto bertutur sambil menangis katanya lagi,
“Saya sudah bosan membuat lemari. Semua lemari di sini adalah
buatanku. Saya ingin membuat sesuatu yang lain, yang juga menghasilkan
uang.
Pada suatu hari Manolin, pembantuku, bertanya, “Apakah saya tidak mau
membuat sebuah kuda kayu saja. Lalu saya merencanakan untuk membuat
sebuah kuda kayu yang mempunyai kuping dan ekor yang berdiri seolah-olah
kuda itu sedang berlari. Dengan demikian setiap anak yang duduk di atas
kuda itu akan merasa kuda itu sedang lari cepat. Tapi ketika istri saya
melihat saya tidak membuat lemari, ia memarahi saya. Semenjak itu saya
mengerjakannya dengan sembunyi-sembunyi.”
“Tapi kuda saya telah dicuri, Pak Hakim!” kata Pasqual.
“Tenang! Tenang! Tenang!”
“Sungguh saya tidak mengambilnya Pak Hakim. Saya mengatakan yang
sebenarnya Pak Hakim.” Hakim itu tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Akhirnya ia berdiam sejenak. Ia membunyikan bel itu agar para hadirin
tenang.
Hakim itu lalu berkata, “Aku adalah hakim dari desa Navalacorneya dan
sekitarnya. Orang yang tidak bersalah senang padaku, sedangkan orang
yang bersalah membenciku. Kita semua telah mendengar penjelasan dari
Pasqual, Niceto dan Ramona. Sekarang kita harus menentukan siapa di
antara mereka yang bersalah!”
“Tidak pak Hakim!” teriak seseorang.
“Tenang! Tenang!”
“Tidak pak Hakim! Saya adalah Manolin, pembantu Niceto. Saya mengaku, bahwa sayalah yang mencuri kuda itu.”
“Apa katamu?” tanya pak Hakim keheranan.
Manolin berkata, “Saya sudah bekerja pada Niceto sejak beberapa bulan
yang lalu. Dari dia saya belajar membuat lemari. Sering saya mendengar
Niceto mengeluh karena bosan membuat lemari setiap hari. Tapi istrinya
memerlukan uang untuk membeli bahan-bahan untuk membuat bubur. Saya
merasa kasihan kepadanya. Pada suatu hari saya bertemu dengan seorang
anak kecil yang sedang bersedih hati. Anak itu berkata, ia ingin seekor
kuda kayu. Di rumahnya yang ada hanya lemari kayu saja. Saya lalu
mengusulkan kepada Niceto agar membuat kuda kayu. Niceto membuat kuda
kayu yang bagus sekali. Pada suatu hari Niceto menangis karena kuda kayu
itu hilang dari kamar kerjanya. Ketika saya menceritakan hal itu kepada
anak keil itu, anak itu pun menangis. Dari Ramona saya mengetahui,
bahwa kuda itu sudah dijualnya kepada Pasqual. Malamnya saya datang ke
sana dan mengambil kuda itu,” Manolin bercerita dengan terus terang.
“Pak Hakim saya telah kecurian seekor kuda yang terbagus di dunia ini. hukumlah si pencuri dengan adil Pak Hakim!”
“Tenang! Tenang!”
Lalu kata hakim itu, “Saya adalah hakim dari desa Navalacorneya dan
sekitarnya. Saya ingin agar Manolin memberitahukan di mana kuda itu
sekarang, sehingga Manuel, pembantuku, akan segera mengambilnya.”
“Tidak! Saya tidak dapat mengatakannya di mana!”
“Katakan cepat! Atau kau kumasukkan ke dalam penjara!”
“Tidak! Saya tidak mau!”
“Kalau begitu baiklah! Bawalah dia segera ke penjara!”
Orang-orang melihat Manolin dipukul dan diseret ke penjara. Tiba-tiba
datang seorang anak perempuan kecil. Anak itu berkata, “Jangan masukkan
dia ke penjara! Kuda itu ada padaku.” Mendengar hal itu pak Hakim
terkejut sekali.
Maka kini anak itulah yang duduk di tempat tertuduh. Anak itu menundukkan kepalanya sambil menangis.
![Kuda_medium (2) Kuda_medium (2)](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_spMHYhb4GngdUIJcCW81uXvUiSaEK1N-OxQsjxo7M1Vrbe-O8Wes4DKRoC4kSSs9S0KnL9SwM1JbCpqq4rcCxiC0R8qIeqRoQx27CGqkOzBmvAMZ8jiNdUR2icjux4I9H5S1XM2KVdBAK4RHDI7psF3OI8=s0-d)
“Kau anak Hakim dari Navalacorneya. Kau memiliki kuda itu? Cepat
katakan dimana kuda itu sekarang. Akan kusuruh pembantuku mengambilnya,”
hakim memberi perintah kepada anaknya.
“Kuda itu ada di rumah, di gudang di atas loteng. Aku
menyembunyikannya di bawah meja-meja tua,” gadis kecil itu mengatakannya
dengan jujur.
Manuel, pembantu hakim segera mengambil kuda kayu itu. Ketika kuda
kayu itu dibawa ke ruang sidang semua orang yang melihatnya tercengang.
Memang kuda itu bagus sekali, seperti kuda hidup.
Hakim berdiri seolah-olah mau mengucapkan sesuatu yang penting.
Tetapi ia berkata, “Kuda kayu ini sungguh bagus. Belum pernah saya
melihat sebuah kuda kayu sebagus ini.”
Manuel berbisik kepada hakim, “Bapak Hakim semua orang sedang menunggu keputusan Bapak.”
Hakim lalu mengumumkan keputusannya, “Saya Hakim dari desa
Navalacorneya dan sekitarnya. Orang-orang yang tidak bersalah senang
pada saya, sedangkan yang bersalah takut pada saya. Menurut saya, Ramona
harus dihukum. Ia harus mengembalikan Rp. 5.000,- pada Pasqual. Niceto
harus membuat kuda kayu lagi. Dan Manolin harus belajar bagaimana
membuat kuda kayu. Dan anak saya… saya sebagai bapaknya akan membayar
kuda kayu itu dengan harga yang pan